Kompas_Online, Jumat, 19 Maret 2010 | 13:56 WIB
Dayat (32) menyemprotkan dekomposer pada kotoran sapi yang telah dijemurnya selama dua hari. Setelah kering, kotoran itu dicampur dengan sedikit jerami, kemudian dioven dan digiling dengan mesin kompos mini. Hasilnya, granula pupuk organik siap pakai.Sebagai petani, rutinitas membuat pupuk organik memunculkan semangat baru bagi Dayat dan anggota Kelompok Tani Mandiri lainnya di Desa Ciketak, Kecamatan Kadugede, Kuningan. Menurut Edi Jubaedi (41), Ketua Kelompok Tani Mandiri, pembuatan pupuk organik swadaya dan swakelola baru sebulan mereka lakoni.
"Kami masih menguji coba. Kotoran sapi baru tahap fermentasi. Belum ada yang digiling menjadi pupuk," kata Edi, yang menargetkan produksi granula pupuk organik kotoran sapi 10 ton per minggu.
Pupuk organik ini nanti dipakai meningkatkan kualitas lahan di desa mereka yang kekurangan air. Kondisi tanah sawah tadah hujan itu kritis. Dengan beralih ke pupuk organik, mereka berharap produktivitas lahan meningkat.
Untuk memproduksi pupuk, selain dari 35 sapi bantuan pemerintah pusat, bahan baku diper oleh dari kawasan ternak sapi perah di Kecamatan Cigugur dan Darma, Kuningan. Setiap hari sekitar 300 karung atau 5 ton kotoran sapi basah diangkut ke rumah kompos milik Kelompok Tani Mandiri. Pembuatannya sekitar 3-4 minggu, bergantung cuaca.
Awalnya gratis
Awalnya, sebagai "sampah" kotoran sapi diberikan gratis oleh peternak sapi perah di Cigugur. Namun, kini sekali angkut, tumpukan kotoran itu dihargai Rp 50.000 atau sekitar Rp 50 per kg. Setelah diolah, pupuk organik itu dijual sekitar Rp 500-Rp 1.000 per kg, mengikuti harga pupuk organik bersubsidi.
Setiap karung yang berisi 25 kg kotoran sapi, setelah dicampur jerami sisa panen, bisa menghasilkan 50 kg pupuk. Apabila dihargai Rp 500 per kg, pendapatan dari penjualan 50 kg pupuk organik siap pakai Rp 25.000. Tak hanya menyuburkan tanah, kata Edi, produksi pupuk swadaya ini juga menciptakan lapangan kerja bagi warga desa.
"Kotoran sapi ibaratnya sudah jadi dollar. Sekarung dihargai Rp 1.000-Rp 2.000. Padahal, dulu dibuang dan tidak ada harganya sama sekali," kata Wasman, Kepala Seksi Serealia Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon.
Gencarnya sosialisasi padi dan sawah organik memacu petani beralih ke pupuk kompos, baik dari kotoran hewan maupun sampah pasar. Saat ini sekitar 15.000 hektar dari 44.000 hektar sawah di Cirebon telah semiorganik. Karena itu, suplai pupuk swadaya kelompok tani juga memiliki pasar potensial meski pasokan pupuk organik bersubsidi dari PT Kujang dan PT Petrokimia Gresik juga banyak tersebar.
Dayat menambahkan, pengolahan pupuk organik swadaya adalah bentuk pemberdayaan petani di desa yang selama ini hanya bergantung pada sawah. Paling tidak, dia punya kegiatan lain, yaitu menggemukkan sapi dan membuat pupuk organik bernilai jual. (TIMBUKTU HARTHANA)
thanks infonya, memang harus kreatif begini, sambil melihat peluang jg
BalasHapus