Raden Ajeng Kartini dilahirkan di jepara pada tanggal 21 April 1879, jadi bertepatan 127 tahun yang lalu. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro. Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan, kehampaan, dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dari yang telah ditentukan secara alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Daya berpikir kaum wanita tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, kaum wanita tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya untuk melebihi dari apa yang diterimanya dari alam. Karena kaum wanita tidak berdiri kesempatan untuk belajar membaca, menulis dan sebagainya. Dengan kata lain kaum wanita hanya mempunyai kewajiban tetapi tidak mempunyai hak sama sekali.
Daya berpikir kaum wanita tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, kaum wanita tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya untuk melebihi dari apa yang diterimanya dari alam. Karena kaum wanita tidak berdiri kesempatan untuk belajar membaca, menulis dan sebagainya. Dengan kata lain kaum wanita hanya mempunyai kewajiban tetapi tidak mempunyai hak sama sekali.
Raden Ajeng Kartini yang telah meningkat dewasa pada waktu itu, tidak dapat melihat kenyataan ini meskipun beliau dilahirkan didalam lingkungan ditengah-tengah kebangsawanan atau keningratan yang pada waktu itu mempunyai taraf kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan masyarakat banyak yang hidup didalam lingkungan kehidupan adat yang sangat mengekang kebebasan tetapi beliau tidak segan-segan turun kebawah bergaul dengan masyarakat biasa, untuk mengembangkan ide dan cita-citanya yang hendak merombak status sosial kaum wanita, dan cara-cara kehidupan dalam masyarakat dengan semboyan : "Kita harus membuat sejarah, kita mesti menentukan masa depan kita yang sesuai dengan keperluan serta kebutuhan kita sebagai kaum wanita dan harus mendapat pendidikan yang cukup seperti halnya kaum laki-laki".
Dengan melanggar segala aturan-aturan adat pada saat itu, Raden Ajeng Kartini mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya yang setara dengan pendidikan kaum penjajah belanda pada waktu itu, beliau sempat mempelajari kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya. Perkawinan Raden Ajeng Kartini pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat Bupati Rembang mengharuskan beliau mengikuti suami, dan di daerah inilah beliau dengan gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan. Peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan bantuan suaminyalah beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan disanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit menjahit serta kepandaian putri lainnya.
Dengan melanggar segala aturan-aturan adat pada saat itu, Raden Ajeng Kartini mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya yang setara dengan pendidikan kaum penjajah belanda pada waktu itu, beliau sempat mempelajari kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya. Perkawinan Raden Ajeng Kartini pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat Bupati Rembang mengharuskan beliau mengikuti suami, dan di daerah inilah beliau dengan gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan. Peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan bantuan suaminyalah beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan disanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit menjahit serta kepandaian putri lainnya.
Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil menampakkan kaum wanita ditempat yang layak, yang mengangkat derajat wanita dari tempat gelap ketempat yang terang benderang. sesuai dengan karya tulis beliau yang terkenal, yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Raden Ajeng Kartini meninggal dunia dalam usia 25 tahun, beliau pergi meninggalkan Bangsa Indonesia dalam usia yang relatif muda, yang masih penuh dengan cita-cita perjuangan dan daya kreasi yang melimpah. Tetapi perjuangan serta cita-cita beliau tetap berkumandang dan berkembang, terbukti dalam masa pembangunan sekarang ini tidak sedikit kaum wanita yang memegang peranan penting, baik dalam pemerintahan dalam bidang swasta sesuai dengan profesi masing-masing.
Dalam memperingati Hari Kelahiran Raden Ajeng Kartini yang merupakan pejuang hak-hak wanita di seluruh negeri tak terkecuali di Kabupaten Kuningan diselenggarakan peringatan yang bertujuan untuk mengenang dan menghormati kegigihan beliau dalam memperjuangkan hak-hak kaum wanita.
Dalam sambutannya Bupati Kuningan H. Aang Hamid Suganda dihadapan Wakil Bupati H. Momon Rochmana, dan unsure Muspida Kabupaten Kuningan serta para anggota organisasi Wanita mengatakan, marilah kita teruskan tekad dan perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan bagi kaum wanita serta mewujudkan peranan dan kedudukan perempuan Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Yang pemikirannya dalam kumpulan
Dalam kesempatan ini juga merupakan momentum untuk merenungkan tentang apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum tercapai oleh kaum perempuan Indonesia untuk kepentingan perempuan Indonesia . Lebih lanjut lagi saya mengajak kepada kaum perempuan Kuningan untuk dapat mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki dalam segala bidang, jangan merasa minder bersaing dengan laki-laki terlebih dalam hal pemerintahan saya telah mengangkat para pejabat dari kaum perempuan. Ungkap Aang.
Post A Comment:
0 comments: