Helaran Festival Angklung
Internasional yang diampu oleh Kemenpar RI dengan dukungan penuh dari Pemkab
Kuningan baru saja berakhir. Bertempat di Halaman Gedung Naskah Linggarjati
(Sabtu, 17/11) festival ini dihadiri ribuan penonton. Helaran ini dilaksanakan
dalam rangka 72 tahun Peringatan Perjanjian Linggarjati, Peringatan hari
angklung internasional oleh Unesco serta Peringatan 2 tahun Deklarasi Kuningan
sebagai kabupaten angklung. Alunan
melodi angklung yang ditampilkan para seniman angklung seakan membius penonton
dan membuatnya enggan beranjak dari tempat helaran tersebut. Penampilan seniman
angklung dari Jepang, bahkan memukau penonton dari Algeria dan Belanda yang
ikut larut dalam perhelatan internasional tersebut.
Tak banyak yang tahu,
bahwa angklung diatonis dikembangkan di Kuningan, tepatnya di Desa Citangtu.
Adalah seorang guru SMP 1 Kuningan, Daeng Sutigna, belajar membuat angklung,
mulai dari memilih bambu yang tepat, sampai menyesuaikan nadanya hingga pas,
kepada pak Kucit, Kuwu Citangtu pada masa itu. Pak Daeng Sutigna lalu
berinovasi dengan mengubah nada angklung dari pentatonis (nada tradisional) ke
diatonis. Karena pekerjaannya, Pak Daeng kemudian harus pindah ke Bandung dan
mengembangkan angklung diatonis di sana.
Sementara "akar sejarah" pembuatan angklung diatonis menjadi
terabaikan sejak meninggalnya Pak Kucit. Tak ada penerusnya.
Waktu berjalan, sampai di
masa 2 tahun yang lalu, ketika Dian Rachmat Yanuar, Kadisdikbud Kuningan saat
itu, menggagas untuk mendeklarasikan Kuningan sebagai Kabupaten Angklung. Bukan
tanpa alasan, dirinya menggagas hal ini. Angklung mengajarkan kita
berharmonisasi dengan alam, angklung juga mengajarkan kita menghargai hasil
karya bangsa sendiri, dan yang utama adalah menggali kembali akar sejarah yang
terkikis oleh waktu. Demikian jelas Dian yang sekarang menjabat sebagai Sekda
Kabupaten Kuningan, di sela-sela helaran Festival Angklung.
"Ketika kita
menggagas Kuningan sebagai Kabupaten Angklung,
kita tidak ingin hal itu menjadi deklarasi semata, harus ada tindak
lanjutnya. Salah satunya yang kita laksanakan pada hari ini. Festival ini
menjadi upaya kita untuk lebih mengenalkan Kabupaten Kuningan sebagai akar
sejarah, sebagai rumah cikal bakal angklung diatonis. Rencana besar ke depan,
untuk mendukung visi misi Bupati 2019-2023, angklung ini akan menjadi bagian
dari komoditi pariwisata Kuningan. Ada beberapa desa yang dijadikan desa
wisata, dan angklung akan dikembangkan di desa itu. Saat ini yang sudah
mengembangkan adalah desa Cibuntu, Pasawahan, selanjutnya mungkin desa
Citangtu, dan desa lainnya yang memang sudah memiliki potensi wisata yang
menarik. Kita juga akan mengembangkan lahan untuk ditanami bambu sebagai bahan
baku pembuatan angklung ini. Harapannya, Kuningan sebagai rumah pertama
angklung diatonis, tidak kalah gaungnya dengan Bandung yang malah lebih dulu
dikenal sebagai gudangnya seniman angklung". Lalu rencana ke depan
Kabupaten Kuningan akan menggelar festival lomba angklung tingkat pelajar
se-Jabar, workshop pembuatan angklung, pembuatan musium angklung, dan
pembentukan desa pinunjul yang berbasis kerajinan / kesenian angklung dan
bambu. Kegiatan ini merupakan bukti bahwa deklarasi Kuningan sebagai Kabupaten
Angklung.
Angklung tanpa disadari
sesungguhnya telah memberikan pendidikan berkarakter. Dari angklung kita
belajar mencintai alam, mencintai seni, menghargai karya adiluhung bangsa
sendiri, dan bahkan memperoleh nilai ekonomi jika kita mempelajari angklung
secara profesional. Oleh karena untuk tetap menjaga kelestarian angklung
sebagai bagian dari budaya Kuningan, baru-baru ini Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan berupaya mengembangkannya dengan kegiatan workshop angklung untuk
guru-guru seni di Kabupaten Kuningan dan menggelar lomba angklung untuk siswa
SD, SMP dan SMA se-kabupaten Kuningan yang mendapat animo tinggi dari sekolah
negeri maupun swasta di Kuningan. Jauh hari sebelum helaran ini digelar, Pemkab
Kuningan pun memberikan bantuan perlengkapan angklung kepada beberapa sekolah
sebagai pilot project dalam penerapan angklung sebagai muatan kurikulum lokal
daerah.
Post A Comment:
0 comments: