Masyarakat Kuningan tumpah ruah menyaksikan Pertunjukan Wayang Ajen. Meraka tidak hanya menonton di kursi tapi rela juga duduk di lantai. Wayang Ajen ini disajikan bersamaan dengan Hari Jadi ke-153 Kuningan. Kerjabareng Pemkab Kuningan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dengan Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. Dengan tema membangun karakter dan jati diri bangsa melalui pertunjukan wayang ajen. Betempat di Pandapa Paramarta, Sabtu malam (24/9).
Dalam kesempatan ini hadir juga Unsur Muspida, Kepala SKPD dan sejumlah tamu undangan Tubagus Dedi Gumelar anggota DPR RI, Jendral Pol. H. Nurdin anggota DPRD-RI, perwakilan dari Disparbud Prov. Jabar dan Kamenbudpar dan juga unit kerja lingkungan Ditjen NBSF dan lainnya.
Ada yang lain pada partunjukan wayang ajen, dimana dihadirkan properti pentas, setting dekorasi, lighting dan ornamen lainnya. Yang menjadi menu khas bentuk penggarapan pentas wayang ajen dari berbagai event. Untuk menambah daya tarik estetika rupa dan gerak dihadirkan juga tarian dengan koreografi khusus yang menyatu dengan benang merah keutuhan pertunjukan.
Dan struktur pertunjukan pun selalu bertajuk pada naskah lakon yang terbagi menjadi beberapa bedrip dan adegan. Begitu pula penataan gending iringan menjadi hal yang penting sebagaibentuk garap iringan yang berfungsi tidak hanya sekedar mengiringi tetapi gending memberikan aksentuasi ilustrasi, dan kesan-kesan estetika lainnya.
Wayang ajen dimainkan seorang dalang muda akademisi Wawan Gunawan yang memiliki ketulusan nurani kesenimanannya untuk mengangkat dan menghargai sekaligus mengembangkan tradisi jagat pawayangan sunda dengan cara memberikan makna dan nilai baru.
Adapun lakon yang disajikan, seperti yang diungkapakan Dr. H. Cahya Hedy, S.Sen. M. Hum, selaku pengantar cerita wayang ajen, yakni GatotKaca Jumeneng Raja. Sebuah cerita yang sarat dengan nilai-nilai kepahlawanan, kejujuran keteladanan yang dimiliki oleh seorang Kesatria pinuju Gatotkaca. Perjalanan akbar gatot kaca menuju kepada proses jumenengan penombatan sebagai panglima perang negara Amarta, tidak lah mudah melainkan penuh dengan rintangan, hambatan dan dodoja hirup.
Namun akhirnya Gatotkaca berhasil membuktikan kepada publik, bahwa tahta dan jabatan harus diraih dengan semangat perjuangan dan rela pengrbanan, tanpa menghalalkan segala cara yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang berkarakter luhur dan berjati diri tinggi.
Wayang ajen memiliki makna filosofinya wayang lumbung nilai yang maha berharga. Selaras dengan peradaban bahasa sunda yang sering terdengar dengan ucapan kudu ngajen diri, sislih ajenan, ajen inajen dan lainnya yang semuanya memiliki arti menghargai.
Wayang ajen saat ini sudah mulai merambah dalam berbagai event internasional di manca negara seperti, Amerika, Eropa, Asia, Australia dan Afrika. Sebagai misi pelestarian budaya indonesia di mata dunia internsional.
Dalam sambutannya Bupati Kuningan menuturkan melalui kegiatan ini akan memotivasi bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk sekuat tenaga memanfaatkan kekayaan pariwisata dan budaya yang dimiliki dalam memacu pembangunan daerah. Telebih saat ini mendapatkan kepercayaan untuk dijadikan tempat kegiatan pekan budaya seni dan film.
Sementara itu, Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film(NBSF), Drs. Ukus Kuswara, MM. Mengharapkan upaya pelestarian seni dan budaya ini mampu mempertautkan simpul-simpul kebhinekaan menjadi kekuatan yang harmonis. Dan memberikan rasa damai, tentram dan nyaman untuk seluruh masyarakat. Sekalgus sebagai media yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Kaitan dengan pertunjukan wayang ini, dikatakan Drs. Ukus Kuswara yang juga kelahiran Kuningan ini, wayang merupakan warisan leluhur kita berupa karya budaya agung tak benda milik Indonesia yang sudah di akui UNESCO pada tahun 2003. Ada yang menarik dari pertunjukan wayang ini karena meliputi seni suara, gamelan, sastra, pahat, nayaga, perlambang, seni perang dan lainnya. “Dengan pelestarian seni budaya rasa kecintaan kepada bangsa ini akan semakin tumbuh,”ungkapnya.
Pengakuan dari UNESCO semakin bertambah tahun 2005 Keris, untuk batik 2009. Bahkan Angklung yang merupakan kekayaan budaya dari Jawa Barat berasal dari Kuningan tepatnya Desa Citangcu yang dimotori pa Kucit ini mendapatkan pengakuan juga dari UNESCO pada tahun 2006. (N)
Post A Comment:
0 comments: